'/> Faktor-Faktor Penunjang Dan Faktor Penghambat Aktivitas Berbicara

Info Populer 2022

Faktor-Faktor Penunjang Dan Faktor Penghambat Aktivitas Berbicara

Faktor-Faktor Penunjang Dan Faktor Penghambat Aktivitas Berbicara
Faktor-Faktor Penunjang Dan Faktor Penghambat Aktivitas Berbicara
Faktor-faktor Penunjang dan Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara

a. Pengertian Keterampilan Berbicara
Menurut Nurgiyantoro (1995:276) berbicara yakni acara berbahasa kedua yang dilakukan insan dalam kehidupan berbahasa, yaitu sesudah acara mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian insan berguru untuk mengucapkan dan hasilnya terampil berbicara.

Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan memberikan pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 1983:14). Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem gejala yang sanggup didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot badan insan demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk sikap insan yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,semantik, dan linguistik.

Berdasarkan pendapat di atas, sanggup disimpulkan bahwa berbicara diartikan sebagai suatu alat untuk mengkombinasikan gagasan-gagasan yang disusun serta menyebarkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara eksklusif apakah sang pembicara memahami atau tidak baik topipembicaraan maupun para penyimaknya, apakah ia bersikap damai serta sanggup mengikuti keadaan atau tidak, pada dikala ia bersikap damai serta sanggup mengikuti keadaan atau tidak, pada dikala ia mengkombinasikan gagasan-gagasannya apakah ia waspada serta antusias ataukah tidak.

b. Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan insan selalu mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15) tujuan utama berbicara yakni untuk berkomunikasi. Agar sanggup memberikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, ia harus bisa mengevaluasi imbas komunikasi terhadap pendengarnya, dan ia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya sanggup dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5) menggerakkan.

Berdasarkan uraian di `atas maka sanggup disimpulkan bahwa seseorang melaksanakan kegiatan berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruh orang lain dengana maksud apa yang dibicarakan sanggup diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya relasi timbal balik secara aktif dalam kegiatan bebricara antara pembicara dengan pendengar akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.

c. Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara
Berbicara atau kegiatan komunikasi mulut merupakan kegiatan individu dalam perjuangan memberikan pesan secara mulut kepada sekelompok orang, yang disebut juga audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan sanggup hingga kepada audience dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang sanggup menunjang keefektifan berbicara. Kegiatan berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada dikala berbicara diharapkan a) penguasaan bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d) kesanggupan memberikan ilham dengan lancar dan teratur.

Faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai berikut. Faktor kebahasaan, mencakup a) ketepatan ucapan, b) penempatan tekanan nada, sendi atau durasi yang sesuai, c) pilihan kata, d) ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya, e) ketepatan target pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan, mencakup a) sikap yang wajar, damai dan tidak kaku, b) pendangan harus diarahkan ke lawan bicara, c) kesediaan menghargai orang lain, d) gerak-gerik dan mimik yang tepat, e) kenyaringan suara, f) kelancaran, g) relevansi, penalaran, h) penguasaan topik.

Berdasarkan uraian di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mensugesti kegiatan berbicara yakni faktor urutan kebahasaan (linguitik) dan non kebahasaan (nonlinguistik).

d. Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara
Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang menyebabkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan berbicara, yaitu:
  1. Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan.
  2. Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, contohnya lagu, irama, tekanan, ucapan, aba-aba gerak penggalan tubuh, dan
  3. Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, contohnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.
e. Pengertian Pendekatan
Pendekatan dalam pembelajaran kemampuan berbahasa dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik. Menurut Muchlisoh (1996:15) mengemukakan bahwa pendekatan merupakan cara yang dianggap terbaik untuk mencapai sesuatu. Pendekatan yakni suatu metode atau cara yang dipakai untuk mengatasi permasalahan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Definisi ini sesuai dengan impian dalam proses berguru mengajar, yaitu siswa sanggup memahami suatu konsep pengetahuan dan bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, pendekatan dalam proses berguru mengajar selalu mengalami perkembangan.

f. Pengertian Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Pendekatan Pengalaman Berbahasa merupakan alih kata dari istilah Language Experience Approach (LEA). Seperti dikutip oleh Harjasujana(1997:196-197) bahwa Huff mendefinisikan LEA menurut makna yang terkandung dalam unsur-unsur kata pembentuknya, terutama kata experience dan language. Menurut Huff, experience merupakan pengalaman seseorang yang diperoleh dari acara tertentu. Sementara itu, language merupakan cerminan dari empat aspek keterampilan berbahasa yang mencakup menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. LEA dimaknai sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran berbicara yang melibatkan kegiatan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis sebagai cerminan dari pengalaman berbahasa anak.

Oka (Harjasujana, 1997:187) menyampaikan bahwa pendekatan pengalaman berbahasa yakni metode pengajaran penguasaan keterampilan berbahasa yang menggabungkan pembelajaran berbicara dengan pengalaman bahasa anak yang mencakup menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembelajaran itu mencakup kemampuan berpikir dan kemampuan mengungkapkan bahasa.

Menurut Harjasujana (1997:197), hal-hal yang harus diperhatikan dalam Pendekatan Pengalaman Berbahasa (PPB) adalah.
  1. PBB merupakan suatu pendekatan pengajaran.
  2. Materi bimbing digali dari pembelajar sendiri atau pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri.
  3. PelAksanaan pembelajarannya melibatkan seluruh aspek keterampilan berbahasa siswa secara integratif.
g. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Keunggulan Pendekatan Pengalaman Berbahasa yakni sebagai berikut.
  1. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa dimulai dengan soal perkembangan bahasa anak. Maksudnya, materi materi bimbing yang dipakai untuk pengajaran berbicara sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak. Tugas untuk menentukan materi yang cocok menjadi ringan alasannya yakni wacana yang dipakai sudah dengan sendirinya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak.
  2. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa mengintegrasikan semua kegiatan kebahasaan. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, belum dewasa mendengarkan, berbicara, membaca, dan terkadang menuliskan wacana yang tengah dikembangkan.
  3. Pendekatan Pengalaman Berbahasa mempunyai sifat wajar.
  4. Pendekatan Pengalaman Berbahasa tidak memerlukan banyak biaya.
Suatu pendekatan yang diterapkan niscaya mempunyai kelemahan di balik keunggulannya. Kelemahan Pendekatan Pengalaman Berbahasa yakni sebagai berikut.

  1. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa hanya dipakai pada pengajaran penguasaan ketrampilan berbahasa tingkat awal. Selanjutnya, Pendekatan Pengalaman Berbahasa sanggup dikembangkan pada pengajaran penguasaan keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis untuk tingkat lanjut. Hal ini sanggup dikembangkan alasannya yakni ada belum dewasa yang duduk di kelas atas namun kemampuan penguasaan keterampilan berbahasanya masih berada pada peringkat permulaan.
  2. PBB menuntut waktu yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendekatan yang lain.
  3. PBB menuntut supaya selalu menyadari adanya sejumlah keterampilan dan sejumlah kosakata sehingga guru harus mengetahui apa yang akan diajarkan dan kapan mengajarkannya.
Dari paparan di atas sanggup disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pengajaran kemampuan berbahasa dengan memakai pendekatan pengalaman berbahasa ada beberapa keunggulan dan kelemahan di dalamnya. Oleh alasannya yakni itu, alangkah baiknya kalau kelemahan-kelemahan tersebut diatasi terlebih dahulu.

Cara mengatasi kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Guru terlebih dahulu harus mengetahui taraf keterampilan berbahasa siswa. Setelah itu guru sanggup menerapkan Pendekatan Pengalaman Berbahasa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

b. Karena Pendekatan Pengalaman Berbahasa menuntut waktu yang lebih banyak dari metode yang lain, maka guru terlebh dahulu menciptakan metode yang sempurna dalam pembelajran berbicara denga Pendekatan Pengalaman Berbahasa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat tujuan pembelajaran sanggup tercapai.

c. Karena dalam pembelajaran memakai Pendekatan Pengalaman Berbahasa melibatkan semua keterampilan berbahasa menyerupai menyimak, membaca, dan menulis, serta sejumlah kosakata, maka guru harus sanggup menentukan tema-temayang sesuai dengan kemampuan berpikir anak, dan kapan harus mengajarkannya kepada siswa.

h. Tujuan dan Asumsi Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Menurut Space (Harjasujana, 1997:198) perkiraan dasar penggunaan PBB ini yakni ekspresi bahasa mulut siswa yang didasarkan pada pikiran, perasaan, dan pengalamannya sendiri yang sanggup ditulis dan dibca. Kegiatan ini sanggup disamakan sebagaimana halnya siswa membaca ide-ide orang lain yang telah dituangkan ke dalam wujud tulisan.

Menurut Huff (Harjasujana, 1997:198) Pendekatan Pengalaman Berbahasa menganut pandangan bahwa belum dewasa akan lebih gampang mengenali tulisannya sendiri, alasannya yakni kata-kata yang tertuang dalam goresan pena tersebut merupakan refleksi atau cerminan dari kehidupannya sehari-hari. Bahasa yang dipakai merupakan bahasa yang erat dengan kehidupannya yaitu bahasa yang menggambarkan latar belakang pengalaman pribadinya.

Pendekatan Pengalaman Berbahasa merupakan suatu pendekatan yang bisa dipakai untuk pengajaran berbicara yang diikuti oleh keterampilan berbahasa yang lain yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Bahasa mulut anak merupakan landasan utama dalam pengelolaan pembelajaran berbicara. Pendekatan Pengalaman berbahasa ini sangat menekankan arti pentingnya kondisi awal pembelajar dalam hal kemampuan bahasa lisan. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran berbicara senantiasa diawali oleh penggalian pengalaman berbahasa anak yang diungkapkan secara lisan, kemudian direkam ke dalam bentuk goresan pena maupun dalam bentuk kaset. Hasil rekaman inilah yang kemudian dijadikan alat untuk pembelajaran berbicara. Dengan kata lain, pendekatan Pengalaman Berbahasa menganut pandangan berguru dari anak, untk anak, dan oleh anak.

Harapan dari pembelajaran dengan pendekatan menyerupai inii yakni pembelajar akan lebih berhasil manakala semenjak awal si pembelajar meyakini dirinya bisa dan bisa melaksanakan sesuatu. Dengan materi bimbing yang digali dari siswa sendiri, siswa diharapkan lebih gampang memahami dalam pembelajaran. Dengan cara menyerupai ini siswa akan mempunyai rasa percaya diri dan menganggap semua yang dipelajari yakni sesuatu yang bermakna (memiliki nilai guna).

i. Prosedur PBB dalam Pembelajaran Berbicara
Prosedur Pendekatan Pengalaman Berbahasa dalam pengajaran berbicara mempunyai empat langkah sebagai berikut.

  1. Mengidentifikasi minat, latar belakang pengalaman, dan kemudahan bahasa mulut anak.
  2. Pada langkah ini, guru berdialog atau mengadakan percakapan ringan dengan anak. Misalnya bertanya ihwal nama, kesukaan, ihwal isu atau bencana nyata di sekitar lingkungan daerah tinggal atau lingkungan sekolah. Langkah ini dimaksudkan untuk merancang dan membangkitkan skemata anak, sehingga ia sanggup mengeluarkan pikiran dan perasaannya pada dikala guru memintanya.
  3. Merencanakan dan mendiskusikan pengalaman anak atau topik tertentu yang dipilih anak.
  4. Langkah ini dimaksudkan untuk menggali pengalaman bahasa anak. Melalui rangsangan tertentu yang kemudian dijadikan topik diskusi, guru membimbing anak untuk sanggup mengekspresikan pengalamannya melalui bahasa lisan.
  5. Mencatat dan merekam bahasa (cerita) anak
  6. Pembelajaran pada tahap ini, siswa menuliskan ataupun membacakan hasil tulisannya di depan kelas. Hal ini dimaksudkan bahwa bacaan-bacaan lain yang ditulis orang lain dihasilkan melalui proses yang sama menyerupai yang dilihat dan dialaminya pada dikala itu.
  7. Mengembangkan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan
  8. Pada langkah ini, barulah pembelajran yang bergotong-royong dimulai. Berdasarkan hasil rekaman pengalaman berbahasa siswa, guru mengawali pembelajaran berbicara. Dengan cara membacakan ataupun memperdengarkan hasil rekaman pada siswa, guru mengajarkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan berbicara serta melatih keterampilan berbicara siswa hingga hasilnya siswa mempunyai keberanian dan keterampilan dalam memberikan gagasan, pendapat, ide, dan menceritakan kembali kepada orang lain baik secara mulut maupun secara tertulis.
j. Penilaian Keterampilan Berbicara
Setiap kegiatan berguru perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbicara. Cara yang dipakai untuk mengetahui sejauh mana siswa bisa berbicara yakni tes kemampuan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.

Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada perjuangan perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa menurut pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan mencakup lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan mencakup materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95).

Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, yaitu.
  1. Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat?
  2. Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya bunyi serta rekaman suku kata memuaskan?
  3. Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa tumpuan internall memahami bahasa yang digunakan?
  4. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
  5. Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun “kenative-speaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?
Penilaian yang dipakai untuk mengukur kemampuan berbicara siswa dilakukan melalui kiprah bercerita. Untuk mengevaluasi kemampuan berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut merupakan format penilaian berbicara/bercerita yang dimodifikasi dari penilaian Jakovits dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).


Daftar Pustaka
Muchlisoh, dkk.1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 3 Modul 1-9. Jakarta:Depdikbud.
Supriyadi, dkk. 2005. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan, H.G. 1986. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Badudu (1993:131)
Tarigan, Djago.1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:Depdikbud.
Tompkins, Gail E & Hosskisson.1993. Language arts: content and teaching strategies. New York: Macmillan College Publishing Company.
Supriyadi, dkk. 2005. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.

Pidato Selanjutnya
Contoh Pidato Pada Acara Hari Kesehatan Nasional
Contoh Pidato Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah
Contoh Pidato Peduli Lingkungan Hidup

Advertisement

Iklan Sidebar